IMG-LOGO

Beranda Fiqih Nasihat MENIKAH ADALAH FITRAH BAGI MANUSIA
Nasihat

MENIKAH ADALAH FITRAH BAGI MANUSIA

by masjidpedia - 23 August 2024 10 Views 0 Likes 0 Comment

Menikah Adalah Fitrah Bagi Manusia

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah. Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk menikah dan melarang membujang dengan larangan yang keras.”

 

Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَزَوَّجُوا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Nikahilah wanita yang subur dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya ummatku di hadapan para Nabi pada hari Kiamat.”[5]

Pernah suatu ketika tiga orang Shahabat radhiyallaahu ‘anhum datang bertanya kepada isteri-isteri Nabi shal-lallaahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadahan beliau. Kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan ibadah mereka. Salah seorang dari mereka berkata: “Adapun saya, maka sungguh saya akan puasa sepanjang masa tanpa putus.” Shahabat yang lain ber-kata: “Adapun saya, maka saya akan shalat malam selama-lamanya.” Yang lain berkata, “Sungguh saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan nikah selama-lamanya… dst” Ketika hal itu didengar oleh Nabi shal-lallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda:
أَنْتُمُ الَّذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا؟ أَمَا وَاللهِ إِنِّي َلأَخْشَاكُمْ ِللهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، وَلَكِنِّي أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي.

“Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu? Demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut kepada Allah dan paling taqwa kepada-Nya di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku ber-buka, aku shalat dan aku pun tidur, dan aku juga menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak menyukai Sunnahku, ia tidak termasuk golonganku.”[6]

Dan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
اَلنِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي، وَتَزَوَّجُوْا، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ، وَمَنْ كَانَ ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ، وَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَيْهِ بِالصِّيَامِ فَإِنَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ.

“Menikah adalah sunnahku. Barangsiapa yang enggan melaksanakan sunnahku, maka ia bukan dari golonganku. Menikahlah kalian! Karena sesungguhnya aku berbangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan seluruh ummat. Barangsiapa memiliki kemampuan (untuk menikah), maka menikahlah. Dan barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa karena puasa itu adalah perisai baginya (dari berbagai syahwat).”[7]

Juga sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
تَزَوَّجُوْا، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلاَ تَكُوْنُوْا كَرَهْبَانِيَّةِ النَّصَارَى

“Menikahlah, karena sungguh aku akan membanggakan jumlah kalian kepada ummat-ummat lainnya pada hari Kiamat. Dan janganlah kalian menyerupai para pendeta Nasrani.”[8]

Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan mau menjerumuskan dirinya ke jalan kesesatan dengan hidup membujang. Sesungguhnya, hidup membujang adalah suatu kehidupan yang kering dan gersang, hidup yang tidak memiliki makna dan tujuan. Suatu kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada umumnya ditegakkan atas dasar egoisme dan mementingkan diri sendiri serta ingin terlepas dari semua tanggung jawab.

Orang yang membujang pada umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri. Mereka membujang ber-sama hawa nafsu yang selalu bergelora hingga kemurnian semangat dan rohaninya menjadi keruh. Diri-diri mereka selalu berada dalam pergolakan melawan fitrahnya. Kendati pun ketaqwaan mereka dapat diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus lambat laun akan melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu kesehatan dan akan membawanya ke lembah kenistaan.

Jadi orang yang enggan menikah, baik itu laki-laki atau wanita, mereka sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini. Mereka adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagiaan hidup, baik kesenangan bersifat biologis maupun spiritual. Bisa jadi mereka bergelimang dengan harta, namun mereka miskin dari karunia Allah ‘Azza wa Jalla.

Islam menolak sistem ke-rahib-an (kependetaan) karena sistem tersebut bertentangan dengan fitrah manusia. Bahkan, sikap itu berarti melawan Sunnah dan kodrat Allah ‘Azza wa Jalla yang telah ditetapkan bagi makhluk-Nya. Sikap enggan membina rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang yang jahil (bodoh). Karena, seluruh rizki telah diatur oleh Allah Ta’ala sejak manusia berada di alam rahim.

Manusia tidak akan mampu menteorikan rizki yang dikaruniakan Allah ‘Azza wa Jalla, misalnya ia menga-takan: “Jika saya hidup sendiri gaji saya cukup, akan tetapi kalau nanti punya isteri gaji saya tidak akan cukup!”

Perkataan ini adalah perkataan yang bathil, karena bertentangan dengan Al-Qur-anul Karim dan hadits-hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan untuk menikah, dan seandainya mereka fakir niscaya Allah ‘Azza wa Jalla akan membantu dengan memberi rizki kepadanya. Allah ‘Azza wa Jalla menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang menikah, dalam firman-Nya:
كِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (me-nikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” [An-Nuur/24 : 32]

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menguatkan janji Allah ‘Azza wa Jalla tersebut melalui sabda beliau:
ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ: اَلْمُجَاهِدُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ، وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيْدُ اْلأَدَاءَ، وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ

“Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah: (1) mujahid fi sabilillah (orang yang berjihad di jalan Allah), (2) budak yang menebus dirinya supaya merdeka, dan (3) orang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya.”[9]

Para Salafush Shalih sangat menganjurkan untuk menikah dan mereka benci membujang, serta tidak suka berlama-lama hidup sendiri.

Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu pernah berkata, “Seandainya aku tahu bahwa ajalku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah. Aku ingin pada malam-malam yang tersisa bersama seorang isteri yang tidak berpisah dariku.”[10]

Thawus juga berkata, “Tidak sempurna ibadah seorang pemuda sampai ia menikah.”[13]

 

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Bogor – Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa’dah 1427H/Desember 2006]

_______

Footnote

[1] Al-Mughni ma’a Syarhil Kabiir (IX/1130).

[2] Al-Mughni ma’a Syarhil Kabiir (IX/113). Lihat ‘Isyratun Nisaa’ minal Aliif ilal Yaa (hal. 12) dan al-Jaami’ liahkaamin Nisaa’ (III/7).

[3] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (no. 7643, 8789). Syaikh al-Albani rahimahullaah menghasankan hadits ini, lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 625).

[4] Hadits hasan lighairihi: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (no. 976) dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (II/161) dan dishahihkan olehnya, juga disetujui oleh adz-Dzahabi. Lihat Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib (II/404, no. 1916)

[5] Hadits shahih lighairihi: Diriwayatkan oleh Ahmad (III/158, 245), Ibnu Hibban dalam Shahihnya (no. 4017, Ta’liiqatul Hisaan ‘ala Shahiih Ibni Hibban) dan Mawaariduzh Zham’aan (no. 1228), ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (no. 5095), Sa’id bin Manshur dalam Sunannya (no. 490) dan al-Baihaqi (VII/81-82) dan adh-Dhiyaa’ dalam al-Ahaadiits al-Mukhtarah (no. 1888, 1889, 1890), dari Sha-habat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu. Hadits ini ada syawahid (penguat)nya dari Shahabat Ma’qil bin Yasar radhiyallaahu ‘anhu, diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2050), an-Nasa-i (VI/65-66), al-Baihaqi (VII/81), al-Hakim (II/ 162) dan dishahihkan olehnya. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullaah. Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 1784).

[6] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5063), Muslim (no. 1401), Ahmad (III/241, 259, 285), an-Nasa-i (VI/60) dan al-Baihaqi (VII/77) dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu.

[7] Hadits shahih lighairihi: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 1846) dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 2383)

[8] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (VII/78) dari Shahabat Abu Umamah radhiyallaahu ‘anhu. Hadits ini memiliki beberapa syawahid (penguat). Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1782).

[9] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/251, 437), an-Nasa-i (VI/61), at-Tirmidzi (no. 1655), Ibnu Majah (no. 2518), Ibnul Jarud (no. 979), Ibnu Hibban (no. 4030, at-Ta’liiqatul Hisaan no. 4029) dan al-Hakim (II/160, 161), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.”

[10] Lihat Mushannaf ‘Abdurrazzaq (VI/170, no. 10382), Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (VI/7, no. 16144) dan Majma’uz Zawaa-id (IV/251).

[11] Sanadnya shahih: Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari (no. 5069) dan al-Hakim (II/160).

[12] Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq (VI/170, no. 10384), Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (VI/6, no. 16142), Siyar A’lamin Nubala (V/48).

[13] Lihat Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (VI/7, no. 16143) dan Siyar A’lamin Nubala’ (V/47).

Referensi : https://almanhaj.or.id/3234-pernikahan-adalah-fitrah-bagi-manusia.html

Like & Comment
IMG

Artikel Terbaru